Senin, 27 Oktober 2014

Resensi Novel "RINDU" Tere Liye



Judul                    : Rindu
Pengarang            : Tere Liye
Kategori              : Novel
Penerbit               : Republika
Tahun Terbit        : 2014
Cetakan Pertama : Oktober 2014
ISBN                   : 978-602-8997-90-4
Tebal Novel         : ii + 544 Halaman
Cover                   : EMTE
Ukuran                : 13.5x20.5 cm
SINOPSIS
Novel “RINDU” ini meceritakan tentang kisah perjalanan panjang yang berawal dari pelabuhan makassar dengan kapal uap BLITAR HOLLAND yang membawa ribuan penumpang, membawa begitu banyak kisah hidup, membawa pertanyaan-pertanyaan. Inilah perjalanan penuh dengan kerinduan. Kisah perjalanan Haji.
Dari pelabuhan Kota Makassar, 1 Desember 1938 bertepatan dengan 9 Syawal 1357 H kapal BLITAR HOLLAND ini memulai perjalanan. Ditumpangi calon Jama’ah Haji yang berasal dari seputaran Pulau Sulawesi seperti Kota Palu dan ada juga yang jauh-jauh datang dari Ternate menunggu kapal ini. Bapak Andipati salah seorang penumpang. Dia adalah saudagar kaya, pedagang rempah-rempah dan amat dermawan. Dia berhaji bersama Istri dan kedua putrinya Anna dan Elsa yang cantik, periang dan pintar. Bapak Andiipati juga membawa seorang pembantu rumahtangga yang dapat membantu keperluan keluarganya selama dikapal, misalnya memasak. Namanya Ijah.
Adapula Bapak Ahmad Karaeng yang akrab di panggil Gurutta, seorang kakek tua yang jika melihat parasnya orang-orang akan keliru menafsir, dikira usianya kurang dari enam puluh, padahal nyatanya sudah hampir tujuh puluh lima tahun. Kakek tua ini sudah sangat terkenal didataran Makassar karena beliau dalah salah satu imam masjid di Katangka. Gurutta belajar agama di Aceh. Lantas melanjutkan hingga ke Yaman dan Damaskus, Mengkaji agama dari ahli tafsir dan pakar hadits terkemuka. Gurutta juga masih terbilang keturunan raja Gowa pertama yang memeluk Islam, Sultan Alauddin. Dan juga beliau salah satu kerabat Syek Yusuf, Ulama besar yang di buang ke Srilangka, kemudian dibuang lagi ke Cape Town, Afrika Selatan, tiga ratus tahun lalu.
Bonda Upe beserta Suaminya yang juga penumpang kapal haji, mereka berasal dari kota Palu, menempuh perjalan panjang hingga sampai di Kota Makassar untuk melanjutkan perjalanan menuju tempat yang menjadi pusat mimpi-mimpi mereka. Bonda Upe belajar mengaji di salah satu pesantren besar di Kota Palu. Gurutta mengenal pesantren itu karena pendiri pesantren adalah teman Gurutta ketika belajar di Yaman. Dalam kapal Bonda Upe menjadi guru mengaji anak-anak. Selama dalam kapal bonda Upe hanya keluar kabin saat melaksanakan sholat berjamaah di Masjid kapal.
Dan seorang pria bernama Amboo Uleng seorang pelaut yang berpengalaman karena sejak umurnya sembilan tahun dia sudah sering membantu ayahnya yang juga seorang pelaut. Namun ini pertama kali baginya berhadapan dengan kapal Uap, dia menawarkan diri untuk bekerja menjadi apapun dikapal ini walau tanpa digaji, bukan berniat ingin ke Mekkah dengan Gratis tapi dia hanya ingin pergi jauh meninggalkan kota kelahirannya Pare-pare.
Kapal Blitar melakukan perjalanan dari pelabuhan Makassar menuju pelabuhan Surabaya, Pelabuhan Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, Banda Aceh, Kolombo, Sri Langka dan barulah tiba di Jeddah. Pertanyaan pertama terbuka saat kapal berlabuh di Batavia. Bonda Upe beserta Suaminya sudah beberapa kali mencoba bergabung dengan penumpang lain saat jam makan, hari ini ketika kapal sandar dipelabuhan Batavia, Gurutta mengajak beberapa penumpang turun dari kapal untuk menikmati makanan di kota itu, termasuk Bonda Upe dan Suaminya. Bonda Upe tak ingin pergi ke Batavia karena hal itu akan membuat lukanya kembali menganga, namun karena paksaan sang suami dan Anna salah satu murid mengajinya, Bonda Upe berangkat dengan penuh ketakutan. Saat baru akan makan, seorang perempuan bernama Asih dengan pakaian seksi dan dandanan lipstik dan bedak tebal yang berada di tempat makan yang sama menegur bonda Upe dengan nama Lingling, bonda Upe lari dan kembali kekabin. Berhari-hari mengurung diri di kabin tidak sholat berjamaah di Masjid, dan tidak makan dikantin. Di suatu hari Inlai suami Bonda Upe membujuknya untuk bertanya kepada Gurutta terkait kisah masalalunya yang sangat memilukan, masalalu yang membuat Bonda Upe merasa malu menemui orang-orang selama bertahun-tahun.
Hari itu bonda Upe dan suaminya menceritakan bahwa Lingling itu adalah namanya, dia cina muslim dari Manado, karena perilaku ayahnya yang suka berjudi akhinya membuatnya menjadi korban yang dipertaruhkan diatas meja judi, dia dibawa ke Batavia di jadikan seorang cabo di  Macao Po tempat pelacuran terkenal di Batavia. Dia menangis terisak bertanya apakah Allah akan menerimanya di tanah Suci ? apakah perempuan sepertinya berhak menginjak tanah suci ? tiga jawaban yang diberikan oleh tuan Gurutta yaitu berhenti lari dari kenyataan hidupmu, berhenti cemas atas penilaian orang lain dan berbuat baiklah sebanyak mungkin. Jawaban itu membuat hatinya lapang, seluruh batu-batu besar yang menghimpit hatinya sekarang berguguran.
Pertanyaan kedua datang dari bapak Andipati seorang saudagar yang kaya raya, terlihat sangat bahagia namun ternyata sejak berumur lima belas tahun, dia  menyimpan begitu banyak kebencian pada seseorang yang harusnya disayangi. Hal itu terungkap saat ditengah heningnya malam setelah mengunjungi kantin untuk melihat apakah Gurutta berada di sana atau tidak, Andipati melewati lorong-lorong kecil yang hanya ada cahaya dari beberapa lampu yang menyala. Tiba-tiba seseorang hampir saja membunuhnya, pisau menyambar bagian lengannya bersyukur saat itu ada Ambo Uleng yang hendak mengembalikan kertasnya yang jatuh di kantin langsung segera menolongnya. Si penjahat itu dibawah ke penjara bagian bawah kapal. Andipati sangat tahu siapa orang itu, ketika di beritahu oleh Roben bahwa dibadannya ada tatto dengan tulisan Gori Penjagal.
Andipati mulai memutuskan menceritakannya pada Gurutta setelah usai menemui Gori Pejagal di penjara bawah kapal, ada Roben dan Ambo Uleng yang juga turut mendengarkan kisahnya, tentang Ayahnya seorang saudagar kaya yang terkenal di Makassar, keluarga bahagia dan penuh dengan kehormatan, tapi orang-orang hanya melihat kulit luarnya, ayahnya culas dalam berdagang dan ringan tangan kepada keluarganya, ibunya disakiti sedemikian rupa seumur hidupnya. Ketika umurnya lima belas tahun saat dia menyaksikan kejadian itu, ayahnya memukuli ibunya hanya karena alasan sepele, sejak hari itu ibu jatuh sakit dan meninggal dunia. Umurnya dua puluh dua tahun, adik bungsunya telah selesai sekolah mereka memutuskan mengikuti jejak kakak-kakanya lari dari rumah, adiknya di tinggalkan di Surabaya bersama kakaknya sedang Andipati melanjutkan perjalanan ke Batavia dan melanjutkan lagi ke Rotterdam bersekolah disana selama empat tahun. Baru lima tahun yang lalu ayahnya meninggal. Sekarang ini Andipati memiliki sumber kebahagiaan istri yang cantik dan anak-anak yang pintar seperti Anna dan Elsa. Tapi, kebencian yang dirasakannya semakin pekat setiap harinya. Dia bertanya pada Gurutta, bagaimana mungkin dia naik haji dengan membawa kebencian sebesar itu ? apakah tanah suci akan menerima anak yang membenci ayahnya sendiri ? tapi, bagaimana cara untuk memaafkan dan melupakan kejadian itu ? dia sudah terlalu lelah dengan semua kebenciannya. Gurutta memberi tiga jawaban kepada Andipati yaitu, berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci dirimu sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian hatimu. Tutup lembaran lama yang penuh dengan coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil dihatimu. Terjawab sudah sesak yang selama ini menggantung di hati tuan Andipati.
Pertanyaan ketiga datang dari penumpang yang naik kapal BLITAR HOLAND saat kapal sandar di pelabuhan Semarang. Sepasang suami istri yang begitu sangat romantis, Mbah Kakung Slamet dan Mbah Putri Slamet. Mereka adalah penumpang paling tua dikapal, usianya delapan puluhan, mereka terlihat bungkuk, apalagi Mbah Putri jalannya patah-patah. Saat keluar kabin pasangan tua itu selalu bergandengan tangan, bahkan saat kapal sandar di pelabuhan bengkulu, mereka dan penumpang lain turun utnuk menikmati pantainya yang indah. Mbah kakung dan Mbah Putri berjalan bergandengan tangan tanpa alas kaki di pasir putih pantai itu, mereka tak menyadari kalau satu pantai sibuk memperhatikan mereka. Namun kejadian sangat menyedihkan, saat kapal hendak menuju Kolombo Mbah Putri yang beberapa hari terakhir jarang keluar kabin karena sakit harus menghembuskan nafas terakhirnya di dalam kapal ditengah laut, jauh dari daratan. Jasad Mbah putri di tenggelamkan di Samudera Hindia, pemakaman seorang pelaut. Berhari-hari Mbah Kakung bersedih bahkan berhari-hari tak mau makan, putri sulung Mbah Kakung memutuskan meminta bantuan Gurutta untuk membujuknya makan. Malam itu Mbah Kakung berkata lirih, bahwa sejak menikahi Mbah Putri, hidupnya tidak memiliki pertanyaan karena dia memiliki semua jawabannya. Kakek tua itu menjalani hidupnya dengan pasti. Mbah Kakung sangat bersyukur atas takdir yang diterimanya. Namun hari-hari itu tak bisa dia cegah, pertanyaan itu muncul. Kenapa harus sekarang ? kenapa ketika mereka tinggal sedikit lagi sampai di tanah suci ? kenapa harus dilautan ini ? tak bisakah di tunda barang satu dua bulan lagi, atau paling tidak ketika mereka sampai ditanah suci agar mereka bisa bergandengan tangan melihat Masjidil Haram. Seperti sebelum-sebelumnya Gurutta memberinya tiga jawaban yaitu, yakinilah bahwa kematian Mbah Putri ditengah perjalanan haji ini adalah takdir Allah Gurutta memberinya tiga jawaban yaitu, yakinilah bahwa kematian Mbah Putri ditengah perjalanan haji ini adalah takdir Allah yang terbaik. Biarkan waktu yang mengobati kesedihan itu. Dan lihatlah penjelsan ini dari kacamata yang berbeda. Semoga tiga hal itu dapat membantu Mbah Kakung menghibur penat dalam hati.
Pertanyaan keempat datang dari seorang pemuda yang bekerja dikapal ini sejak kapal berangkat dari pelabuhan Makassar. Dialah Ambo Uleng pemuda yang ingin meninggalkan kota kelahirannya Pare-pare, pemuda yang selama perjalanan sangat berjasa. Dia menolong Anna anak bapak Andipati saat terjadi perlawanan masyarakat pribumi kepada tentara Hindia Belanda, letusan-letusan bom yang membuat Anna terpisah dari ayah dan kakaknya Elsa. Dia juga menolong bapak Andipati saat Gori Penjagal hendak ingin membunuhnya. Dia juga membantu mengepakkan layar, membuat kapal uap BLITAR HOLAND ditengah kerusakan mesinnya yang akan membuat kapal besar itu terkatung-katung di tengah laut, namun karena pengalaman Ambo Uleng sebagai pelaut, kapal itu tetap melakukan perjalanan hingga menuju pelabuhan Kolombo tempat mengganti suku cadang. Namun sejak Ambo Uleng terkurung di ruang kecil dekat cerobong asap itu dan ditemukan dalam keadaan sekarat oleh kelasi yang saat itu bertugas membersihkan ruang kecil itu, Ambo mulai berubah. Dia bahkan mulai belajar Sholat dan mengaji. Namun pertanyaan itu diawali oleh Gurutta yang bertanya pada Ambo Uleng tentang seberapa cantikkah perempuan yang membuatnya harus pergi dari kota Pare-pare itu ?. Selama perjalanan Gurutta menasehatinya banyak hal, bahkan beberapa hari yang lalu Gurutta menceritakan kisah masalalunya pada Ambo. Ambo memutuskan menceritakannya pada Gurutta, tentang seorang gadis yang diselamatkannya saat kapal kayu yang dibawah ayahnya tenggelam dan membuat ayahnya meninggal saat itu juga. Anak gadis pemilik kapal kayu yang dibawah oleh ayahnya dan kapal Phinisi yangdikemudikan olehnya. Mereka tidak pernah bicara sepatah katapun, bahkan ketika berpapasan mereka saling menunduk. Namun mereka sama-sama tahu bahwa mereka saling menyayangi. Hingga surat-suratnya yang datang selalu bertanya “apa yang harus kulakukan ?” dia dijodohkan . karena rasa cinta Ambo memberanikan diri melamar gadis itu sebukan yang lalu tepat ketika kapal Phinisi sandar di pelabuhan Pare-pare. Ayahnya menolak lamaran Ambo, bahkan saat putri pemilik kapal menjelaskan tentang Ambo yang telah menyelamatkannyapun ayahnya tetap tidak setuju. Sempat dua kali kerumah besar itu, ibu pemilik kapal datang menemui Ambo meminta agar Ambo melepaskan putrinya, memintanya jangan marah dan mengikhlaskannya. Hari itu pertanyaan dari surat “apa yang harus aku lakukan ?” siapalah dia ? siapa gadis itu ? membuatnya harus tahu diri dan memutuskan lari dari Pare-pare bahkan jauh meninggalkan Kota Makassar. Gurutta yang sejak tadi mendengar kisah Ambo Uleng memberikan jawaban, meski tidak ada sepotongpun pertanyaan didalamnya, tapi bagi Gurutta setiap cerita adalah pertanyaan itu sendiri. Apakah cinta itu sejati ? apakah Ambo Uleng berjodoh dengan gadis itu ? apakah masih ada kesempatan ? maka jawabannya yaitu, cinta sejati itu melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, semakin tulus dia melepaskannya. Cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Kendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka seberapa besar apapun besar wujud kehilangan itu, kau akan siap mengahadapinya.
Dan inilah pertanyaan terakhir yang datang dari seorang ulama masyhur yang selama ini selalu memberi jawaban dari setiap pertanyaan-pertanyaan. Gurutta Ahmad Karaeng. Ketika kapal berada ditengah perjalanan menuju Jeddah. Dataran terdekat dari mereka adalah negeri Somalia, dengan Ibukota Moghadishu. Negeri dengan sejarah perompak laut yang panjang.  Ketika Sergeant Lucas menahan Gurutta karena menganggap Gurutta melanggar perjanjian awal untuk tidak membahas soal kemerdekaan dalam kapal itu, bagi Sergeant Lucas dan keenam anak buahnya Gurutta dengan umur tujuh puluh lima tahun tetap menjadi orang yang berbahaya. Sergeant Lucas menahan Gurutta karena mendapat buku yang baru saja selesai ditulis oleh Gurutta selama berhari-hari dalam Kabinnya, bahkan sering Gurutta terlambat makan karena tenggelam dalam tulisannya. Ambo Uleng atau Lars koki kapal yang sering memberikan makanan padanya saat datang terlambat kekantin. Namun malam itu karena buku dengan  judul “KEMERDEKAAN ADALAH  HAK SEGALA BANGSA” itulah Gurutta di kurung di penjara bawah dekat mesin.
Keesokan harinya 25 Desember 1938, saat sedang makan malam kapal dimasuki perompak. Hanya Ambo Uleng dan Chef Lars yang sudah biasa menghadapi situasi ini sedang menyusun strategi dengan dua belas orang serdadu Belanda, dan dua puluh orang kelasi mesin. Mereka sepakat untuk mengirim pesan berantai membalas serangan dari para perompak saat lampu dipadamkan jam tujuh malam, namun pesan itu harus berasal dari Gurutta dalam secarik kertas karena penumpang akan memiliki kekuatan berlipat jika itu pesan dari Gurutta. Gurutta menolak, takut jika akan banyak korban yang tewas jika mereka gagal, begitu banyak ketakutan-ketakutannya. Namun seorang pemuda seperti Ambo Uleng memberikan jawaban atas pertanyaannya. Ambo Uleng mengulang perkataan Gurutta saat ceramah  beberapa hari lalu, lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tangan, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sunguh selemah-lemahnya iman.
Itulah pertanyaan terakhir yang menutup seluruh cerita, pertanyaan yang dijawab bukan dengan lisan dan tulisan tapi dengan perbuatan.
 Hari ke- 5 kapal sandar di pelabuhan Jeddah. Berakhir sudah kisah perjalanan selama 30 hari itu. Ambo Uleng memutuskan ikut berhaji bersama penumpang lain. Bonda Upe terisak melihat Masjidil Haram. Adik Anna dan Elsa juga lahir diatas kapal ketika perjalanan pulang. Mbah Kakung juga telah menunaikan perjalanan cintanya. Ia menyebut lirih nama istrinya didepan ka’bah. Kerinduan itu telah tersampaikan disini. Mbah Kakung juga meninggal saat perjalan kembali ke tanah air, diatas lautan tempat Mbah Putri meninggal. Jasadnya juga dilemparkan kelaut.
Dan untuk kisah cinta Ambo Uleng dengan putri pemilik kapal itu, Gurutta menyelesaikan semuanya, gadis itu ternyata akan dijodohkan dengan murid dari Gurutta. Namun hari ini kepada daeng Yusuf sang pemilik kapal Gurutta menawarkan murid terbaiknya yaitu Ambo Uleng. Kisah Cinta yang Allah tuliskan untuk Ambo Uleng yang begitu indah.
UNSUR INTRINSIK NOVEL
1.      Tema        : Lima Kisah dalam perjalan panjang kerinduan
2.      Latar Belakang  : Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Surabaya, Pasar Turi, Pelabuhan Semarang, Pelabuhan Batavia, Pelabuhan Lampung, Pelabuhan Bengkulu, Pelabuhan Kolombo,Srilangka dan Pelabuhan Jeddah.
3.      Waktu      : Pagi hingga malam
4.      Suasana   : Menyenangkan, meengharukan dan menegangkan
5.      Alur         : Novel ini menggunakan alur maju mundur, karena cerita kadang kala di flashback ke masalalu.
6.      Gaya Bahasa   : Menggunakan bahasa yang indah,  mudah dipahami oleh para pembaca.
7.      Amanat    : Jangan terjebak kisah masalalu yang memilukan hingga akan merusak masa depanmu. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu, berhenti cemas atas penilaian orang lain dan berbuat baiklah sebanyak mungkin. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian hatimu. Tutup lembaran lama yang penuh dengan coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil dihatimu. Semakin sejati perasaan itu, semakin tulus dia melepaskannya. Cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Kendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka seberapa besar apapun besar wujud kehilangan itu, kau akan siap mengahadapinya.  lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tangan, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sunguh selemah-lemahnya iman. Kemerdekaan Indonesia adalah hak segala bangsa.
8.      Penokohan      : Andipati seorang saudagar kaya yang baik hati dan dermawan. Ahmad Karaeng, Gurutta seorang ulama masyhur yang sangat terkenal, lembut tutur katanya. Bonda Upe, Lingling perempuan cina muslim yang selalu mengenakan coengsham pakaian cina dengan jilbab. Ambo Uleng, pemuda umur dua puluh dua tahun berbadan legam hitam pekat dengan tubuh kekar. Daeng Kakung kakek usia delapan puluhan dengan badan bungkuk. Anna gadis berusia sembilan tahun, cantik dengan mata bulatnya, periang dan suka ceplas ceplos. Elsa gadis kecil berusia lima belas tahun, pintar dan cantik-cantik. Lars seorang Chef, badan besar, ketus tapi baik hati. Roben, baik hati. Kapten Philips bijak dan sangat rendah hati. Lucas pria ketus dan pemarah.
KELEBIHAN NOVEL
Dalam novel ini, terdapat kata-kata indah yang juga mampu menjawab beberapa pertanyaan yang ada dihati kita. Isi pesan-pesan yang disampaikan sangat baik ditambah dengan kata-kata yang mudah dipahami. Ulasan kisah sejarah dalam cerita juga sangat menarik, membuat pembaca mengingat lagi sejarah perjuangan Indonesia sebelum merdeka. Akhir kisah yang Indah tentang sebuah kerinduan.
KEKURANGAN NOVEL
Novel sangat panjang dan beberapa ceritanya mudah di tebak. Novel terlalu banyak tentang menceritakan tentang Anna dan Elsa. Sehingga beberapa cerita berulang tentag mereka yang ceritanya sama dengan sebelumnya perlu di kurangi. Di akhir cerita juga tidak lagi dibahas tentang si Tukang Cukur yang akan didoakan oleh gurutta.