
Judul :
Rindu
Pengarang : Tere Liye
Kategori :
Novel
Penerbit :
Republika
Tahun Terbit : 2014
Cetakan Pertama : Oktober 2014
ISBN :
978-602-8997-90-4
Tebal Novel : ii + 544 Halaman
Cover :
EMTE
Ukuran :
13.5x20.5 cm
SINOPSIS
Novel
“RINDU” ini meceritakan tentang kisah perjalanan panjang yang berawal dari
pelabuhan makassar dengan kapal uap BLITAR HOLLAND yang membawa ribuan
penumpang, membawa begitu banyak kisah hidup, membawa pertanyaan-pertanyaan.
Inilah perjalanan penuh dengan kerinduan. Kisah perjalanan Haji.
Dari
pelabuhan Kota Makassar, 1 Desember 1938 bertepatan dengan 9 Syawal 1357 H
kapal BLITAR HOLLAND ini memulai perjalanan. Ditumpangi calon Jama’ah Haji yang
berasal dari seputaran Pulau Sulawesi seperti Kota Palu dan ada juga yang
jauh-jauh datang dari Ternate menunggu kapal ini. Bapak Andipati salah seorang penumpang.
Dia adalah saudagar kaya, pedagang rempah-rempah dan amat dermawan. Dia berhaji
bersama Istri dan kedua putrinya Anna dan Elsa yang cantik, periang dan pintar.
Bapak Andiipati juga membawa seorang pembantu rumahtangga yang dapat membantu
keperluan keluarganya selama dikapal, misalnya memasak. Namanya Ijah.
Adapula
Bapak Ahmad Karaeng yang akrab di panggil Gurutta, seorang kakek tua yang jika
melihat parasnya orang-orang akan keliru menafsir, dikira usianya kurang dari
enam puluh, padahal nyatanya sudah hampir tujuh puluh lima tahun. Kakek tua ini
sudah sangat terkenal didataran Makassar karena beliau dalah salah satu imam
masjid di Katangka. Gurutta belajar agama di Aceh. Lantas melanjutkan hingga ke
Yaman dan Damaskus, Mengkaji agama dari ahli tafsir dan pakar hadits terkemuka.
Gurutta juga masih terbilang keturunan raja Gowa pertama yang memeluk Islam,
Sultan Alauddin. Dan juga beliau salah satu kerabat Syek Yusuf, Ulama besar
yang di buang ke Srilangka, kemudian dibuang lagi ke Cape Town, Afrika Selatan,
tiga ratus tahun lalu.
Bonda
Upe beserta Suaminya yang juga penumpang kapal haji, mereka berasal dari kota
Palu, menempuh perjalan panjang hingga sampai di Kota Makassar untuk
melanjutkan perjalanan menuju tempat yang menjadi pusat mimpi-mimpi mereka.
Bonda Upe belajar mengaji di salah satu pesantren besar di Kota Palu. Gurutta
mengenal pesantren itu karena pendiri pesantren adalah teman Gurutta ketika
belajar di Yaman. Dalam kapal Bonda Upe menjadi guru mengaji anak-anak. Selama
dalam kapal bonda Upe hanya keluar kabin saat melaksanakan sholat berjamaah di
Masjid kapal.
Dan
seorang pria bernama Amboo Uleng seorang pelaut yang berpengalaman karena sejak
umurnya sembilan tahun dia sudah sering membantu ayahnya yang juga seorang
pelaut. Namun ini pertama kali baginya berhadapan dengan kapal Uap, dia
menawarkan diri untuk bekerja menjadi apapun dikapal ini walau tanpa digaji, bukan
berniat ingin ke Mekkah dengan Gratis tapi dia hanya ingin pergi jauh
meninggalkan kota kelahirannya Pare-pare.
Kapal
Blitar melakukan perjalanan dari pelabuhan Makassar menuju pelabuhan Surabaya,
Pelabuhan Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, Banda Aceh, Kolombo, Sri Langka
dan barulah tiba di Jeddah. Pertanyaan pertama terbuka saat kapal berlabuh di
Batavia. Bonda Upe beserta Suaminya sudah beberapa kali mencoba bergabung
dengan penumpang lain saat jam makan, hari ini ketika kapal sandar dipelabuhan
Batavia, Gurutta mengajak beberapa penumpang turun dari kapal untuk menikmati makanan
di kota itu, termasuk Bonda Upe dan Suaminya. Bonda Upe tak ingin pergi ke
Batavia karena hal itu akan membuat lukanya kembali menganga, namun karena
paksaan sang suami dan Anna salah satu murid mengajinya, Bonda Upe berangkat
dengan penuh ketakutan. Saat baru akan makan, seorang perempuan bernama Asih
dengan pakaian seksi dan dandanan lipstik dan bedak tebal yang berada di tempat
makan yang sama menegur bonda Upe dengan nama Lingling, bonda Upe lari dan
kembali kekabin. Berhari-hari mengurung diri di kabin tidak sholat berjamaah di
Masjid, dan tidak makan dikantin. Di suatu hari Inlai suami Bonda Upe
membujuknya untuk bertanya kepada Gurutta terkait kisah masalalunya yang sangat
memilukan, masalalu yang membuat Bonda Upe merasa malu menemui orang-orang
selama bertahun-tahun.
Hari
itu bonda Upe dan suaminya menceritakan bahwa Lingling itu adalah namanya, dia
cina muslim dari Manado, karena perilaku ayahnya yang suka berjudi akhinya membuatnya
menjadi korban yang dipertaruhkan diatas meja judi, dia dibawa ke Batavia di
jadikan seorang cabo di Macao Po tempat
pelacuran terkenal di Batavia. Dia menangis terisak bertanya apakah Allah akan
menerimanya di tanah Suci ? apakah perempuan sepertinya berhak menginjak tanah
suci ? tiga jawaban yang diberikan oleh tuan Gurutta yaitu berhenti lari dari
kenyataan hidupmu, berhenti cemas atas penilaian orang lain dan berbuat baiklah
sebanyak mungkin. Jawaban itu membuat hatinya lapang, seluruh batu-batu besar
yang menghimpit hatinya sekarang berguguran.
Pertanyaan
kedua datang dari bapak Andipati seorang saudagar yang kaya raya, terlihat
sangat bahagia namun ternyata sejak berumur lima belas tahun, dia menyimpan begitu banyak kebencian pada
seseorang yang harusnya disayangi. Hal itu terungkap saat ditengah heningnya
malam setelah mengunjungi kantin untuk melihat apakah Gurutta berada di sana
atau tidak, Andipati melewati lorong-lorong kecil yang hanya ada cahaya dari
beberapa lampu yang menyala. Tiba-tiba seseorang hampir saja membunuhnya, pisau
menyambar bagian lengannya bersyukur saat itu ada Ambo Uleng yang hendak
mengembalikan kertasnya yang jatuh di kantin langsung segera menolongnya. Si
penjahat itu dibawah ke penjara bagian bawah kapal. Andipati sangat tahu siapa
orang itu, ketika di beritahu oleh Roben bahwa dibadannya ada tatto dengan
tulisan Gori Penjagal.
Andipati
mulai memutuskan menceritakannya pada Gurutta setelah usai menemui Gori Pejagal
di penjara bawah kapal, ada Roben dan Ambo Uleng yang juga turut mendengarkan
kisahnya, tentang Ayahnya seorang saudagar kaya yang terkenal di Makassar,
keluarga bahagia dan penuh dengan kehormatan, tapi orang-orang hanya melihat
kulit luarnya, ayahnya culas dalam berdagang dan ringan tangan kepada keluarganya,
ibunya disakiti sedemikian rupa seumur hidupnya. Ketika umurnya lima belas
tahun saat dia menyaksikan kejadian itu, ayahnya memukuli ibunya hanya karena
alasan sepele, sejak hari itu ibu jatuh sakit dan meninggal dunia. Umurnya dua
puluh dua tahun, adik bungsunya telah selesai sekolah mereka memutuskan
mengikuti jejak kakak-kakanya lari dari rumah, adiknya di tinggalkan di
Surabaya bersama kakaknya sedang Andipati melanjutkan perjalanan ke Batavia dan
melanjutkan lagi ke Rotterdam bersekolah disana selama empat tahun. Baru lima
tahun yang lalu ayahnya meninggal. Sekarang ini Andipati memiliki sumber
kebahagiaan istri yang cantik dan anak-anak yang pintar seperti Anna dan Elsa.
Tapi, kebencian yang dirasakannya semakin pekat setiap harinya. Dia bertanya
pada Gurutta, bagaimana mungkin dia naik haji dengan membawa kebencian sebesar
itu ? apakah tanah suci akan menerima anak yang membenci ayahnya sendiri ?
tapi, bagaimana cara untuk memaafkan dan melupakan kejadian itu ? dia sudah
terlalu lelah dengan semua kebenciannya. Gurutta memberi tiga jawaban kepada
Andipati yaitu, berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci dirimu
sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian hatimu. Tutup
lembaran lama yang penuh dengan coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga
kau memiliki lampu kecil dihatimu. Terjawab sudah sesak yang selama ini
menggantung di hati tuan Andipati.
Pertanyaan
ketiga datang dari penumpang yang naik kapal BLITAR HOLAND saat kapal sandar di
pelabuhan Semarang. Sepasang suami istri yang begitu sangat romantis, Mbah
Kakung Slamet dan Mbah Putri Slamet. Mereka adalah penumpang paling tua
dikapal, usianya delapan puluhan, mereka terlihat bungkuk, apalagi Mbah Putri
jalannya patah-patah. Saat keluar kabin pasangan tua itu selalu bergandengan
tangan, bahkan saat kapal sandar di pelabuhan bengkulu, mereka dan penumpang
lain turun utnuk menikmati pantainya yang indah. Mbah kakung dan Mbah Putri
berjalan bergandengan tangan tanpa alas kaki di pasir putih pantai itu, mereka
tak menyadari kalau satu pantai sibuk memperhatikan mereka. Namun kejadian
sangat menyedihkan, saat kapal hendak menuju Kolombo Mbah Putri yang beberapa
hari terakhir jarang keluar kabin karena sakit harus menghembuskan nafas
terakhirnya di dalam kapal ditengah laut, jauh dari daratan. Jasad Mbah putri
di tenggelamkan di Samudera Hindia, pemakaman seorang pelaut. Berhari-hari Mbah
Kakung bersedih bahkan berhari-hari tak mau makan, putri sulung Mbah Kakung
memutuskan meminta bantuan Gurutta untuk membujuknya makan. Malam itu Mbah
Kakung berkata lirih, bahwa sejak menikahi Mbah Putri, hidupnya tidak memiliki
pertanyaan karena dia memiliki semua jawabannya. Kakek tua itu menjalani
hidupnya dengan pasti. Mbah Kakung sangat bersyukur atas takdir yang
diterimanya. Namun hari-hari itu tak bisa dia cegah, pertanyaan itu muncul.
Kenapa harus sekarang ? kenapa ketika mereka tinggal sedikit lagi sampai di
tanah suci ? kenapa harus dilautan ini ? tak bisakah di tunda barang satu dua
bulan lagi, atau paling tidak ketika mereka sampai ditanah suci agar mereka
bisa bergandengan tangan melihat Masjidil Haram. Seperti sebelum-sebelumnya
Gurutta memberinya tiga jawaban yaitu, yakinilah bahwa kematian Mbah Putri
ditengah perjalanan haji ini adalah takdir Allah Gurutta memberinya tiga
jawaban yaitu, yakinilah bahwa kematian Mbah Putri ditengah perjalanan haji ini
adalah takdir Allah yang terbaik. Biarkan waktu yang mengobati kesedihan itu.
Dan lihatlah penjelsan ini dari kacamata yang berbeda. Semoga tiga hal itu
dapat membantu Mbah Kakung menghibur penat dalam hati.
Pertanyaan
keempat datang dari seorang pemuda yang bekerja dikapal ini sejak kapal
berangkat dari pelabuhan Makassar. Dialah Ambo Uleng pemuda yang ingin
meninggalkan kota kelahirannya Pare-pare, pemuda yang selama perjalanan sangat
berjasa. Dia menolong Anna anak bapak Andipati saat terjadi perlawanan
masyarakat pribumi kepada tentara Hindia Belanda, letusan-letusan bom yang
membuat Anna terpisah dari ayah dan kakaknya Elsa. Dia juga menolong bapak
Andipati saat Gori Penjagal hendak ingin membunuhnya. Dia juga membantu
mengepakkan layar, membuat kapal uap BLITAR HOLAND ditengah kerusakan mesinnya
yang akan membuat kapal besar itu terkatung-katung di tengah laut, namun karena
pengalaman Ambo Uleng sebagai pelaut, kapal itu tetap melakukan perjalanan
hingga menuju pelabuhan Kolombo tempat mengganti suku cadang. Namun sejak Ambo
Uleng terkurung di ruang kecil dekat cerobong asap itu dan ditemukan dalam
keadaan sekarat oleh kelasi yang saat itu bertugas membersihkan ruang kecil itu,
Ambo mulai berubah. Dia bahkan mulai belajar Sholat dan mengaji. Namun
pertanyaan itu diawali oleh Gurutta yang bertanya pada Ambo Uleng tentang
seberapa cantikkah perempuan yang membuatnya harus pergi dari kota Pare-pare
itu ?. Selama perjalanan Gurutta menasehatinya banyak hal, bahkan beberapa hari
yang lalu Gurutta menceritakan kisah masalalunya pada Ambo. Ambo memutuskan
menceritakannya pada Gurutta, tentang seorang gadis yang diselamatkannya saat
kapal kayu yang dibawah ayahnya tenggelam dan membuat ayahnya meninggal saat
itu juga. Anak gadis pemilik kapal kayu yang dibawah oleh ayahnya dan kapal
Phinisi yangdikemudikan olehnya. Mereka tidak pernah bicara sepatah katapun,
bahkan ketika berpapasan mereka saling menunduk. Namun mereka sama-sama tahu bahwa
mereka saling menyayangi. Hingga surat-suratnya yang datang selalu bertanya
“apa yang harus kulakukan ?” dia dijodohkan . karena rasa cinta Ambo
memberanikan diri melamar gadis itu sebukan yang lalu tepat ketika kapal
Phinisi sandar di pelabuhan Pare-pare. Ayahnya menolak lamaran Ambo, bahkan
saat putri pemilik kapal menjelaskan tentang Ambo yang telah
menyelamatkannyapun ayahnya tetap tidak setuju. Sempat dua kali kerumah besar
itu, ibu pemilik kapal datang menemui Ambo meminta agar Ambo melepaskan putrinya,
memintanya jangan marah dan mengikhlaskannya. Hari itu pertanyaan dari surat
“apa yang harus aku lakukan ?” siapalah dia ? siapa gadis itu ? membuatnya
harus tahu diri dan memutuskan lari dari Pare-pare bahkan jauh meninggalkan
Kota Makassar. Gurutta yang sejak tadi mendengar kisah Ambo Uleng memberikan
jawaban, meski tidak ada sepotongpun pertanyaan didalamnya, tapi bagi Gurutta
setiap cerita adalah pertanyaan itu sendiri. Apakah cinta itu sejati ? apakah
Ambo Uleng berjodoh dengan gadis itu ? apakah masih ada kesempatan ? maka
jawabannya yaitu, cinta sejati itu melepaskan. Semakin sejati perasaan itu,
semakin tulus dia melepaskannya. Cinta yang baik selalu mengajari kau agar
menjaga diri. Kendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka seberapa besar
apapun besar wujud kehilangan itu, kau akan siap mengahadapinya.
Dan
inilah pertanyaan terakhir yang datang dari seorang ulama masyhur yang selama
ini selalu memberi jawaban dari setiap pertanyaan-pertanyaan. Gurutta Ahmad
Karaeng. Ketika kapal berada ditengah perjalanan menuju Jeddah. Dataran
terdekat dari mereka adalah negeri Somalia, dengan Ibukota Moghadishu. Negeri
dengan sejarah perompak laut yang panjang.
Ketika Sergeant Lucas menahan Gurutta karena menganggap Gurutta
melanggar perjanjian awal untuk tidak membahas soal kemerdekaan dalam kapal
itu, bagi Sergeant Lucas dan keenam anak buahnya Gurutta dengan umur tujuh
puluh lima tahun tetap menjadi orang yang berbahaya. Sergeant Lucas menahan
Gurutta karena mendapat buku yang baru saja selesai ditulis oleh Gurutta selama
berhari-hari dalam Kabinnya, bahkan sering Gurutta terlambat makan karena
tenggelam dalam tulisannya. Ambo Uleng atau Lars koki kapal yang sering
memberikan makanan padanya saat datang terlambat kekantin. Namun malam itu
karena buku dengan judul “KEMERDEKAAN
ADALAH HAK SEGALA BANGSA” itulah Gurutta
di kurung di penjara bawah dekat mesin.
Keesokan
harinya 25 Desember 1938, saat sedang makan malam kapal dimasuki perompak. Hanya
Ambo Uleng dan Chef Lars yang sudah biasa menghadapi situasi ini sedang
menyusun strategi dengan dua belas orang serdadu Belanda, dan dua puluh orang
kelasi mesin. Mereka sepakat untuk mengirim pesan berantai membalas serangan
dari para perompak saat lampu dipadamkan jam tujuh malam, namun pesan itu harus
berasal dari Gurutta dalam secarik kertas karena penumpang akan memiliki
kekuatan berlipat jika itu pesan dari Gurutta. Gurutta menolak, takut jika akan
banyak korban yang tewas jika mereka gagal, begitu banyak
ketakutan-ketakutannya. Namun seorang pemuda seperti Ambo Uleng memberikan
jawaban atas pertanyaannya. Ambo Uleng mengulang perkataan Gurutta saat
ceramah beberapa hari lalu, lawanlah kemungkaran
dengan tiga hal. Dengan tangan, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan
lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu
sunguh selemah-lemahnya iman.
Itulah
pertanyaan terakhir yang menutup seluruh cerita, pertanyaan yang dijawab bukan
dengan lisan dan tulisan tapi dengan perbuatan.
Hari ke- 5 kapal sandar di pelabuhan Jeddah.
Berakhir sudah kisah perjalanan selama 30 hari itu. Ambo Uleng memutuskan ikut
berhaji bersama penumpang lain. Bonda Upe terisak melihat Masjidil Haram. Adik
Anna dan Elsa juga lahir diatas kapal ketika perjalanan pulang. Mbah Kakung
juga telah menunaikan perjalanan cintanya. Ia menyebut lirih nama istrinya
didepan ka’bah. Kerinduan itu telah tersampaikan disini. Mbah Kakung juga
meninggal saat perjalan kembali ke tanah air, diatas lautan tempat Mbah Putri
meninggal. Jasadnya juga dilemparkan kelaut.
Dan
untuk kisah cinta Ambo Uleng dengan putri pemilik kapal itu, Gurutta
menyelesaikan semuanya, gadis itu ternyata akan dijodohkan dengan murid dari
Gurutta. Namun hari ini kepada daeng Yusuf sang pemilik kapal Gurutta
menawarkan murid terbaiknya yaitu Ambo Uleng. Kisah Cinta yang Allah tuliskan
untuk Ambo Uleng yang begitu indah.
UNSUR INTRINSIK NOVEL
1. Tema : Lima Kisah dalam perjalan panjang kerinduan
2. Latar
Belakang : Pelabuhan Makassar, Pelabuhan
Surabaya, Pasar Turi, Pelabuhan Semarang, Pelabuhan Batavia, Pelabuhan Lampung,
Pelabuhan Bengkulu, Pelabuhan Kolombo,Srilangka dan Pelabuhan Jeddah.
3. Waktu
: Pagi hingga malam
4. Suasana
: Menyenangkan, meengharukan dan
menegangkan
5. Alur : Novel ini menggunakan alur maju
mundur, karena cerita kadang kala di flashback ke masalalu.
6. Gaya
Bahasa : Menggunakan bahasa yang
indah, mudah dipahami oleh para pembaca.
7. Amanat : Jangan terjebak kisah masalalu yang
memilukan hingga akan merusak masa depanmu. Berhenti lari dari kenyataan
hidupmu, berhenti cemas atas penilaian orang lain dan berbuat baiklah sebanyak
mungkin. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian hatimu. Tutup
lembaran lama yang penuh dengan coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga
kau memiliki lampu kecil dihatimu. Semakin sejati perasaan itu, semakin tulus
dia melepaskannya. Cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri.
Kendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka seberapa besar apapun besar
wujud kehilangan itu, kau akan siap mengahadapinya. lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan
tangan, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan
perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sunguh selemah-lemahnya
iman. Kemerdekaan Indonesia adalah hak segala bangsa.
8. Penokohan : Andipati seorang saudagar kaya yang baik
hati dan dermawan. Ahmad Karaeng, Gurutta seorang ulama masyhur yang sangat
terkenal, lembut tutur katanya. Bonda Upe, Lingling perempuan cina muslim yang
selalu mengenakan coengsham pakaian cina dengan jilbab. Ambo Uleng, pemuda umur
dua puluh dua tahun berbadan legam hitam pekat dengan tubuh kekar. Daeng Kakung
kakek usia delapan puluhan dengan badan bungkuk. Anna gadis berusia sembilan
tahun, cantik dengan mata bulatnya, periang dan suka ceplas ceplos. Elsa gadis
kecil berusia lima belas tahun, pintar dan cantik-cantik. Lars seorang Chef,
badan besar, ketus tapi baik hati. Roben, baik hati. Kapten Philips bijak dan
sangat rendah hati. Lucas pria ketus dan pemarah.
KELEBIHAN NOVEL
Dalam
novel ini, terdapat kata-kata indah yang juga mampu menjawab beberapa
pertanyaan yang ada dihati kita. Isi pesan-pesan yang disampaikan sangat baik
ditambah dengan kata-kata yang mudah dipahami. Ulasan kisah sejarah dalam
cerita juga sangat menarik, membuat pembaca mengingat lagi sejarah perjuangan
Indonesia sebelum merdeka. Akhir kisah yang Indah tentang sebuah kerinduan.
KEKURANGAN NOVEL
Novel
sangat panjang dan beberapa ceritanya mudah di tebak. Novel terlalu banyak
tentang menceritakan tentang Anna dan Elsa. Sehingga beberapa cerita berulang
tentag mereka yang ceritanya sama dengan sebelumnya perlu di kurangi. Di akhir
cerita juga tidak lagi dibahas tentang si Tukang Cukur yang akan didoakan oleh
gurutta.